Buku “Hadiyanto, Punggawa Aset Negara – Dari Inalum hingga Freeport” merupakan biografi profesional Hadiyanto yang pernah menjabat Direktur Jenderal (Dirjen) pertama Kekayaan Negara di Kementerian Keuangan RI pada periode 2006-2015, Sekretaris Jenderal Kemenkeu 2015- 2021, dan Dirjen Perbendaharaan 2021-2022. Dalam pengabdiannya selama 35 tahun 7 bulan (sejak Februari 1987 sampai 31 Oktober 2022), banyak sudah legacy yang diwariskan Hadiyanto untuk Kementerian Keuangan RI dan untuk Negara.

Di DJKN, Hadiyanto mengelola aset negara atau barang milik negara. Inventarisasi aset negara dilakukan di 74 Kementerian dan Lembaga (K/L) dan 22.619 satuan kerja di seluruh Indonesia. Dimulai dari Barang Milik Negara, kekayaan negara dipisahkan, sampai kekayaan negara dan lain-lain. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi apresiasi kepada Hadiyanto dan Tim DJKN yang akhirnya berhasil melakukan inventarisasi dan penilaian Barang Milik Negara (BMN) pada 22.619 satuan kerja (satker) dari total 22.947 satker pada 74 Kementerian dan Lembaga di seluruh Indonesia. Ini menjadi catatan penting sejarah Kementerian Keuangan dan sejarah Indonesia.

Dua staf Hadiyanto yang pernah bekerja di bawah Hadiyanto yaitu Dedi Syarif Usman dan Chalimah Pujihastuti memberi komentar tentang kepemimpinannya di DJKN. “Pak Hadiyanto sosok pemimpin yang leadership-nya sangat kuat. Strong leadership. Beliau selalu menjadi guru yang baik. Sosok pemimpin yang selalu mengajak stafnya berinovasi dan menyempurnakan yang belum sempurna. Pak Hadiyanto sosok pemimpin yang sangat tegas dan berdisiplin tinggi,” kata Dedi Syarif Usman, Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

“Pak Hadiyanto selalu mendorong stafnya untuk berpikiran terbuka dan maju. Beliau kan Mister Perfect. Kalau kamu bisa mendapatkan angka 10, mengapa harus angka 8? Beliau mendorong stafnya agar mengerjakan sampai batasan terbaik. Push your limit,” ungkap Chalimah Pujihastuti, Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Jenderal Anggaran.

Hal senada disampaikan Tio Serepina Siahaan. “Ketika di DJKN, Pak Hadiyanto berhasil membangun kembali jajaran DJKN yang semangatnya sempat turun karena bidang tugas yang turun. Namun beliau mampu menyemangati jajarannya dan membuat berbagai inovasi di DJKN, bahkan mengusulkan penertiban Barang Milik Negara yang akhirnya melahirkan neraca keuangan. Itu momentum yang luar biasa. Negara akhirnya punya neraca keuangan di bawah kepemimpinan Hadiyanto sebagai Dirjen Kekayaan Negara.”

Menurut Tio, dalam mengambil berbagai kebijakan, Hadiyanto  selalu berpihak pada negara. “Beliau memperjuangkannya bersama tim. Beliau mendidik anggota timnya, memberi kami dorongan untuk mempersiapkan yang terbaik agar kelak ketika stafnya menjadi atasan atau pimpinan, mampu bernegosiasi. Pak Hadiyanto mengapresiasi kami dengan sangat baik dan itu membuat kami merasa telah bekerja bersama,” kata Tio Serepina Siahaan, Kepala Biro Hukum, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.

Robert Adhi Ksp (penulis) bersama Hadiyanto, Agustus 2023

Salah satu yang diperjuangkan Hadiyanto saat di DJKN adalah pengambilalihan Inalum dari perusahaan Jepang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Saat di DJKN, Hadiyanto menggagas pendirian Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) untuk memisahkan fungsi regulasi di DJKN dengan fungsi operasi di LMAN. LMAN yang digagas saat Hadiyanto Dirjen Kekayaan Negara itu akhirnya resmi berdiri setelah Hadiyanto menjabat Sekretaris Jenderal.

Menurut Rahayu Puspasari, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Direktorat Jenderal Anggaran, “Pak Hadiyanto adalah sosok pemimpin yang visioner, berpikir jauh ke depan, dan pada waktu bersamaan, sangat teliti. Sebagai “orang hukum”, cara berpikir Pak Hadiyanto jauh ke depan dan sangat konstruktif. Saat membangun ide, fondasinya mesti kuat dan jelas. Konsepnya sangat kuat. Ini ciri khas Pak Hadiyanto. Kalau mau sesuatu, kita harus berangkat dari hal yang sangat normatif. Ketentuannya, aturannya seperti apa, baru kemudian aksennya akan seperti apa. Sebagai pemimpin organisasi, Hadiyanto sangat memikirkan corporate culture, budaya organisasi. Pak Hadiyanto sosok guru yang meng-grooming murid-muridnya untuk menjadi the next leaders.”

Saat memimpin Sekretariat Jenderal, Hadiyanto melahirkan banyak inovasi untuk organisasi dan Kementerian Keuangan. “Kepemimpinan Pak Hadiyanto di Sekretariat Jenderal memang keren. Berbagai inovasi dilahirkan di era kepemimpinan beliau. Di antaranya membangun enterprises architecture, termasuk office automation. Salah satunya Naskah Dinas Elektronik yang disingkat dengan nama Nadine yang diciptakan pada waktu yang tepat,  yaitu pada saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Nadine menjadi andalan Kementerian Keuangan untuk tetap bergerak. Pak Hadiyanto juga mengakselerasi pembangunan Zona Integritas di lingkungan Kemenkeu yang memiliki sekitar 80.000-an pegawai.

Sejak itu, berbagai unit di Kemenkeu menerima berbagai predikat Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (ZI-WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM),” ungkap Dini Kusumawati, Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.

Ketika menjabat sebagai Sekjen Kemenkeu, Hadiyanto terlibat dalam proses divestasi Freeport sampai akhirnya kepemilikan mayoritas dimiliki pemerintah Indonesia. Pada masa pandemi COVID-19, Hadiyanto sebagai Sekjen mendapat tugas dari Menkeu untuk menyusun Perppu yang mengatur kebijakan ekonomi untuk menyelamatkan masyarakat Indonesia. Sebagian besar dana APBN dialokasikan untuk penanganan pandemi sehingga Indonesia menjadi salah satu negara yang masyarakatnya terbanyak menerima vaksinasi.

Rina Widiyani Wahyuningdyah, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan Kementerian Keuangan menilai, “Hadiyanto memiliki stakeholder management skill yang bagus. Satu permasalahan tak bisa dipecahkan jika kita tak punya kemampuan untuk bernegosiasi. Artinya melakukan sesuatu dengan cara nguwongke, tanpa kehilangan prinsip. Intinya, prinsip harus dipertahankan tetapi cara bisa dinegosiasikan. Tidak semua orang bisa dan punya kemampuan seperti ini. Mencari cara agar diterima orang lain itu berarti kita dituntut untuk sabar mendengarkan, memiliki pikiran terbuka (open mind), tidak menutup diri karena tujuannya mencari solusi.” 

Didyk Choiroel, Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan mengatakan, selama menjabat sebagai Dirjen Perbendaharaan, Hadiyanto menginisiasi berbagai program strategis, yaitu pengembangan Integrated Treasury untuk optimalisasi pengelolaan kas Pemerintah; Digital-Payment Marketplace untuk integrasi ekosistem pembayaran Pemerintah yang pro-UMKM; dan pengembangan Regional Chief Economist untuk pemerataan pembangunan daerah, serta penguatan leadership dan kompetensi analitis untuk mendukung transformasi perbendaharaan.

Sugeng Wardoyo, Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan menilai, Hadiyanto adalah sosok pemimpin yang multi-knowledges, multi-experiences, dan multi-achievements. Hadiyanto selalu memiliki sisi dan pandangan berbeda untuk melengkapi perspektif dalam perumusan kebijakan publik di Kementerian Keuangan.

“Dengan perspektif Pak Hadiyanto yang unik dan inspiratif, beliau menjadikan Sekretariat Jenderal tidak hanya berperan sebagai back-office bagi Kementerian Keuangan, tetapi justru menjadi Prime Mover atau penggerak utama bagi transformasi Kementerian Keuangan. Melalui tangan dinginnya, Pak Hadiyanto mendesain Biro Umum menjadi ‘Sekretariat Setjen’ sehingga core business Sekretariat Jenderal dapat bekerja lebih fokus dan mampu melayani seluruh organ Kementerian Keuangan, termasuk Pimpinan dengan lebih baik. Beliau sosok yang selalu ingin menjadi nomor satu, yang kemudian diterjemahkan menjadi spirit PRiME kepada seluruh staf di Sekretariat Jenderal, untuk terus menggali potensi sehingga bisa menjadi yang terbaik, tidak hanya di tingkat Kementerian, tetapi juga di tingkat nasional dan bahkan internasional,” kata Sugeng Wardoyo.

Berperan dalam Perubahan Status Kontrak Karya ke IUPK Freeport

Ketika menjabat sebagai Sekjen Kemenkeu, Hadiyanto ikut berperan dalam proses perubahan dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan divestasi Freeport Indonesia. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menilai,  sepintas dari luar, sosok Hadiyanto terkesan kaku, tetapi ternyata tidak demikian. “Dilihat secara sekilas, Pak Hadiyanto kelihatannya sosok orang yang serius banget dan sulit diajak berkompromi. Tetapi kan itu tampak luarnya. Ternyata tampak dalamnya, tidak seperti itu. Satu hal yang menarik adalah ternyata Pak Hadiyanto adalah penggemar gitar. Sebagai sesama penggemar gitar dan musik, saya dan Pak Hadiyanto menjadi lebih nyambung,” ungkap Tony Wenas.

Menurut Tony Wenas, “Pak Hadiyanto tetap firm dalam posisinya, dengan gaya beliau yang bisa terkadang melunak, yang kemudian terbukti peran Pak Hadiyanto ini sangat penting. Karena beliau yang berkomunikasi langsung dengan Ibu Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani Indrawati, beliau juga menjadi jembatan komunikasi. Saya juga jembatan komunikasi —meski saya mewakili Freeport tetapi saya kan harus menjadi bridging Freeport McMoran. Kalau tidak demikian, kan sulit. It takes two to tango, harus dua-duanya sepakat. Kalau salah satu tidak sepakat, deal tidak terjadi.”

Tony Wenas berusaha meyakinkan Freeport McMoran sehingga apa yang diharapkan pemerintah Indonesia tercapai. “Fungsi kami berdua menjadi jembatan. Pak Hadiyanto menjadi jembatan komunikasi dari Kementerian Keuangan yang me-lead beberapa Kementerian lainnya dan mewakili pemerintah, dan saya jembatan komunikasi di Freeport. Kementerian lain yang terlibat selain Kementerian Keuangan di antaranya Kementerian ESDM yang waktu itu dipimpin Menteri Ignasius Jonan dan Kementerian BUMN (Rini Soemarno). “Ini di-lead oleh Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani. Jadi peran Pak Hadiyanto sangat dominan,” papar Tony Wenas yang juga berlatar belakang pendidikan hukum.

Dedikasi Penuh dan Teguh untuk Negara

Istri dan anak-anak Hadiyanto memberi gambaran yang utuh. Wida Hadiyanto mengungkapkan, dedikasi suaminya, Hadiyanto, terhadap tugas dan pekerjaannya di Kementerian Keuangan sungguh luar biasa. Komitmennya pada pekerjaan seringkali berarti lembur di kantor hingga larut malam, dan ini mencerminkan dedikasinya yang teguh.

“Sebagai istrinya, saya senang memberi dukungan tanpa ragu, memahami pentingnya pekerjaannya dan dampak yang ingin diberikan. Sementara Bapak memusatkan perhatian pada usaha profesionalnya, saya fokus menciptakan lingkungan yang hangat dan penuh perhatian untuk anak-anak kami, memastikan keseimbangan harmonis antara dedikasinya dan menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang bagi keluarga kami,” ungkap Wida. 

Anak sulung, Gumilar Hadikusumah mengungkapkan, ayahnya kadang keras kepala tapi bermaksud baik. “Ujungnya jika kami tetap bersikeras atas kehendak kami, umumnya ayah membiarkannya. Ayah sayang keluarga.” Anak kedua, Aulia Rahmi Hadikusumah Shannon, mengatakan, ayahnya sosok seorang penasihat bagi dirinya. “Setiap kali saya menghadapi kesulitan di tempat kerja atau kekhawatiran bagaimana to navigate dunia kerja, saya selalu beralih ke Papa.  untuk memberikan sudut pandang Papa. Beliau selalu memberikan wawasan berharga dan nasihat tentang bagaimana menghadapi tantangan dan permasalahan saya. However, this only represents a glimpse of who Dad is to me.”

“Ketika saya memikirkan Papa, saya memikirkan sosok individu pekerja keras, penasihat, dan seorang ‘pelindung keluarga’. Saya berharap bisa memiliki integritasnya dan komitmennya terhadap pekerjaan dalam kehidupan profesional saya sendiri. Dalam segala kesuksesan dan pencapaian Papa, Papa selalu bersyukur kepada Yang Maha Kuasa Allah SWT atas segala yang dipercayakan kepadanya. His sincere dedication and thankfulness for every opportunity that comes his way are, what I believe, the cornerstones of his success and accomplishments.” ungkap Aulia Rahmi yang kini menikah dan tinggal di Singapura.

Anak ketiga, Dea Amelia Hadikusumah berpendapat, “Ayah saya bukan hanya orangtua tetapi juga contoh cemerlang dari kerja keras, kebijaksanaan, dan integritas. Etos kerja ayah yang tak tergoyahkan selalu membuat saya mengaguminya. Ayah adalah sosok yang paling pekerja keras yang pernah saya kenal. Dedikasinya dan usahanya yang memastikan kesejahteraan kami adalah bukti cinta dan komitmennya. Pengorbanannya berjam-berjam waktu yang telah diberikan untuk pekerjaannya, dan langkahnya tanpa henti untuk membentuk masa depan keluarga kami, menetapkan standar ketekunan yang saya cita-citakan untuk saya capai dalam hidup saya.”

Anak bungsu, Aninda Prilia Hadikusumah mengungkapkan, “Ayah adalah sosok yang murah hati, peduli, pekerja keras, ambisius. Kombinasi sifat-sifat tersebut telah membuat ayah sosok yang terhormat dan menginspirasi. Saya juga melihat ayah tidak melewatkan kesempatan untuk membantu orang lain. Ayah melihat kebaikan dalam diri setiap orang. I am inspired by the commitment and passion in his work, alongside his commitment to keep our family united. He has taught me to do my best in everything, stay humble, and never lose sight of what’s important in life. Thanks dad.” 

Ucapan Terima Kasih

Sebagai penulis buku ini, izinkan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani Indrawati yang telah menginisiasi penyusunan buku biografi para pejabat Kementerian Keuangan yang sudah memasuki masa purnatugas, dan telah memberi kesempatan kepada saya untuk menulis biografi profesional Pak Hadiyanto. Saya ingat ketika mewawancarai Ibu Sri Mulyani pada bulan Agustus 2023 untuk buku yang berbeda, Ibu Sri menyampaikan terima kasih kepada saya yang sudah menulis biografi tokoh- tokoh Kemenkeu.

Oleh Ibu Sri Mulyani, saya disebut sebagai “orang luar Kemenkeu yang mengetahui dan mengenal seluk-beluk Kemenkeu”. Saya merasa tersanjung karena sesungguhnya saya merasa pengetahuan saya tentang Kementerian Keuangan masih terbatas. Tetapi dari penulisan biografi tokoh-tokoh Kemenkeu, saya kian memahami betapa Kemenkeu selama ini telah berupaya keras menjalankan Reformasi Birokrasi dengan sepenuh hati, sudah berhasil membuat puluhan ribu pegawai Kemenkeu bangga mengabdi di kementerian ini. Intinya, Reformasi Birokrasi yang dirintis Ibu Sri Mulyani sejak 2006, telah berhasil membawa Kemenkeu saat ini menjadi benchmark bagi Kementerian dan Lembaga (K/L) di Republik ini.

Sekali lagi, terima kasih kepada Ibu Sri Mulyani dan jajaran Kemenkeu. Saya mendapat kesempatan menulis buku biografi Pak Marwanto Harjowiryono (Dirjen Perbendaharaan 2013- 2019) berjudul “Marwanto Harjowiryono, Maestro Simfoni Perbendaharaan”, biografi Ibu Sumiyati (Inspektur Jenderal 2017- 2021) berjudul “Sumiyati, Srikandi Perubahan, Inspirasi Bagi Perempuan”, dan kini Pak Hadiyanto berjudul “Hadiyanto, Punggawa Aset Negara”. Saya juga menulis buku “Transformasi ‘Core System’ Perbendaharaan — Kisah di Balik SPAN, SAKTI, dan MPN”.

Kepada Pak Andin Hadiyanto, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), juga kepada Pak Iqbal Islami, Sekretaris BPPK, dan penggantinya, Pak Bambang Juli Istanto, yang menjadi host penyusunan buku ini, saya sampaikan terima kasih.

Buku ini ditulis dengan maksud agar pengalaman Pak Hadiyanto selama 35 tahun 7 bulan mengabdi di Kementerian Keuangan tidak hilang begitu saja, tetapi ada  yang dapat diwariskan kepada generasi muda Kemenkeu.

Terima kasih kepada Pak Hadiyanto yang menyediakan waktu untuk diwawancarai untuk kepentingan penyusunan buku ini. Terima kasih kepada para narasumber buku ini yang sudah memberi gambaran yang lebih lengkap tentang sosok Hadiyanto. Terima kasih kepada Ibu Rina Widiyani Wahyuningdyah, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Hukum dan Hubungan Kelembagaan Kementerian Keuangan yang telah menceritakan di balik kerja keras Hadiyanto saat melaksanakan divestasi Freeport dan ketika menyusun Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang penanganan pandemi COVID-19.

Terima kasih kepada Pak Tony Wenas, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia yang sudah meluangkan waktu untuk diwawancarai seputar kontribusi PT FI untuk Negara dan tentang sosok Pak Hadiyanto.

Terima kasih kepada Pak Didyk Choiroel, Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan; Pak Sugeng Wardoyo, Kepala Biro Umum  Jenderal Kekayaan Negara, dan Ibu Chalimah Pujihastuti, Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Direktorat Jenderal Anggaran, dan Tio Serepina Siahaan, Kepala Biro Hukum, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, yang memberi gambaran tentang sosok Hadiyanto ketika memimpin Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Terima kasih kepada Ibu Rahayu Puspasari, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan yang menceritakan tentang kepemimpinan Hadiyanto yang menginisiasi pembentukan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Terima kasih kepada Ibu Dini Kusumawati, Sekretaris Badan Kebijakan Fiskal, yang memberi gambaran tentang kepemimpinan Hadiyanto ketika memimpin Sekretariat Jenderal Kemenkeu. 

Terima kasih juga kepada Mas Prabowo Wahyu dan tim penyusun DJPb yang mengizinkan saya mengutip sebagian bahan tentang New DJPb in Town dari buku “Dua Dekade Reformasi Perbendaharaan Negara 2004-2024” (khusus di era kepemimpinan Hadiyanto).

Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada keluarga Pak Hadiyanto, yaitu Ibu Wida Hadiyanto beserta empat putra-putri: Gumilar Hadikusumah, Aulia Rahmi Hadikusumah Shannon, Dea Amelia Hadikusumah, dan Aninda Prilia Hadikusumah yang memberikan testimoni tentang sosok Hadiyanto sebagai suami dan sebagai ayah. Semua cerita dan testimoni ini sangat berarti bagi buku biografi profesional Hadiyanto karena disampaikan oleh mereka yang pernah bekerja bersama Pak Hadiyanto, dan oleh anggota keluarga inti yang mengenal lebih dekat.

Kepada Mas Iwan Khrisnawan (Kepala Bagian Teknologi Informasi, Komunikasi, dan Manajemen Pengetahuan BPPK Kemenkeu) dan penggantinya Mas Wawan Ismawandi, Mas Akmal Rizki (Kepala Subbagian Manajemen Pengetahuan), Mbak Bilqis Syahidah Nurul Ichsani dan Mas Randy Febriatama (staf Subbagian Manajemen Pengetahuan), serta kepada Mas Sandri Merizanta, Mas Syassi Azziz di Bagian Umum BPPK, saya haturkan terima kasih untuk segala bantuan dan dukungan yang diberikan sehingga buku biografi profesional Pak Hadiyanto ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Terima kasih juga kepada Biro KLI Kemenkeu yang memberi kontribusi dokumentasi foto-foto Pak Hadiyanto selama bertugas di Kemenkeu.

Tak lupa saya sampaikan terima kasih kepada Ibu Arini dan Ibu Anita, staf Pak Hadiyanto di PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), tempat di mana Hadiyanto menjabat sebagai Komisaris Utama. Terima kasih juga kepada Ibu Evita Halim, Sekretaris Presiden Direktur PT Freeport Indonesia yang membantu menjadwalkan wawancara dengan Pak Tony Wenas.

Sebagai penutup, saya mengutip pepatah Latin. verba volant, scripta manent (yang terucap akan hilang, yang tertulis tetap abadi). Berbagai legacy Pak Hadiyanto selama mengabdi di Kementerian Keuangan akan tetap menjadi bagian sejarah Kementerian Keuangan setelah direkam dalam buku ini — yang dapat diakses dan dibaca generasi sekarang dan mendatang. Jika hanya diceritakan dari mulut ke mulut dan tidak terekam dalam buku, dalam beberapa tahun ke depan, cerita ini pelan-pelan bisa jadi tak terdengar lagi dan terlupakan.

Without words, without writing, without books, there would be no history,” kata Oliver Goldsmith, novelis dan penyair asal Inggris. Tanpa kata-kata, tanpa tulisan, tanpa buku, tak akan ada sejarah. Semoga buku biografi profesional Hadiyanto, Pengelola Aset Negara bermanfaat bagi pembaca. Kebahagiaan seorang penulis adalah jika buku yang ditulis membawa inspirasi bagi banyak orang. 

Robert Adhi Ksp

(disalin dari Catatan Penulis dan Ucapan Terima Kasih buku “Hadiyanto, Punggawa Aset Negara — Dari Inalum hingga Freeport)