ROBERT ADHI KSP

Buku “Sumiyati, Srikandi Perubahan, Inspirasi Bagi Perempuan” merupakan biografi profesional Sumiyati, perempuan pertama yang menjabat Inspektur Jenderal di Kementerian Keuangan. Sumiyati, anak desa dari Sragen, Jawa Tengah ini dalam pengabdiannya selama 39 tahun 4 bulan, meninggalkan banyak legacy yang bermanfaat bagi insan Kemenkeu, di antaranya mendirikan Corporate University (Corpu) — yang kini menjadi benchmark bagi kementerian dan lembaga lain di Indonesia, dan mengubah status STAN menjadi Politeknik Keuangan Negara STAN.
Buku ini tidak hanya memuat perjalanan hidup Sumiyati yang sulit dan keras sejak awal di Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen dan perjuangannya untuk tetap mengenyam pendidikan tinggi gratis (dibiayai negara) di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) di Jakarta, tetapi juga memuat testimoni dari sejumlah narasumber tentang sosok Sumiyati.

Sumiyati mewakafkan sebagian besar hidupnya untuk negara karena dia merasa berutang besar kepada negara. Pendidikan menengahnya di SMEP dan SMEA, dan pendidikan tingginya di STAN Jakarta dan S-2 di Australia, dibiayai negara. “Kalau saya tidak mendapatkan beasiswa pendidikan dari negara, saya hanyalah Sumiyati, seorang petani penggarap sawah di desa,” ungkapnya. Sumiyati selalu dinasihati orangtuanya, “untuk memperbaiki taraf hidup, kamu harus sekolah tinggi dan bekerja keras.”
BACA ‘E-BOOK’ INI DI GOOGLE BOOKS, GRATIS
Rekaman video peluncuran dan bedah buku “Sumiyati Srikandi Perubahan, Inspirasi Bagi Perempuan”, 10 Februari 2023 di kampus STAN Bintaro, Tangerang Selatan. Sumber YouTube: BPPK Kementerian Keuangan RI
Sistomo (61), sahabat Sumiyati pada masa remaja dan masa mudanya mengakui Sumiyati sejak SMEA sudah bekerja keras. “Di SMEA, ketika saya masih tidur, Sum sudah berangkat dengan sepedanya. Saya belum tiba di sekolah, Sum sudah tiba. Karenanya, saya tidak heran dengan staminanya yang tinggi, yang kuat bekerja sampai jam dua pagi. Rekan-rekan kerjanya heran — walau telah bekerja sampai jam dua pagi, jam tujuh atau delapan pagi, Sum sudah muncul di kantor lagi dengan keadaan segar. Saya tidak heran, karena sejak kecil Sum sudah terbiasa bekerja keras dan fokus,” ungkap Sistomo, kini Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia.

Ibu Sum yang berasal dari kota kecil, dididik oleh orangtuanya secara sangat terbatas, tetapi mempunyai tekad dan cita-cita besar, mengukir kariernya setapak demi setapak dan setiap tapakannya mencerminkan karakternya yang patut dijadikan contoh, terutama oleh kaum muda, generasi milenial, khususnya para perempuan Kementerian Keuangan. Ibu Sum memiliki keuletan yang tanpa henti, yang mampu meningkatkan kapasitas dan kualitas diri sesuai bidang yang dimiliki. Pengalaman kerjanya yang beragam dan reputasi yang dibangunnya membuat Ibu Sum berwibawa dan dikagumi, sekaligus menjadi aset penting bagi Kementerian Keuangan
SRI MULYANI INDRAWATI, MENTERI KEUANGAN RI
Perjalanan Sumiyati yang begitu lengkap mencerminkan perjalanan perempuan yang ulet, yang memiliki integritas yang luar biasa dan profesional. “Ibu Sum yang berasal dari kota kecil, dididik oleh orangtuanya secara sangat terbatas, tetapi mempunyai tekad dan cita-cita besar, mengukir kariernya setapak demi setapak dan setiap tapakannya mencerminkan karakternya yang patut dijadikan contoh, terutama oleh kaum muda, generasi milenial, khususnya para perempuan Kementerian Keuangan. Ibu Sum memiliki keuletan yang tanpa henti, yang mampu meningkatkan kapasitas dan kualitas diri sesuai bidang yang dimiliki. Pengalaman kerjanya yang beragam dan reputasi yang dibangunnya membuat Ibu Sum berwibawa dan dikagumi, sekaligus menjadi aset penting bagi Kementerian Keuangan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menurut Sri Mulyani, “Ibu Sum telah membangun keuangan negara dan memperkuat sistem pengendalian internal Kemenkeu. Terima kasih yang tulus dan hormat saya atas pencapaian perjalanan karier yang luar biasa paripurna, dan semuanya berakhir dengan indah dan baik. Ibu Sumiyati adalah contoh dan role model untuk seluruh insan Kemenkeu, termasuk untuk saya sendiri.”

Mulia P. Nasution, Sekretaris Jenderal Kemenkeu (2006-2011) mengenal Sumiyati sejak lebih dari 20 tahun lalu. “Dalam perjalanan waktu yang panjang, saya melihat Bu Sum salah satu contoh SDM Kemenkeu, pengelola keuangan di sektor pemerintah, yang benar-benar punya integritas, kompetensi, dan all-outdalam melaksanakan tugas yang diberikan. Bu Sum layak menjadi contoh dan teladan bagi insan Kemenkeu dan PNS di manapun berada,” kata Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu (2004-2006) itu.
Dalam perjalanan kariernya dari eselon IV ke eselon III, Sumiyati menghadapi kendala kepangkatan. ‘Setelah itu, karier Bu Sum menanjak, dan akhirnya Bu Sum menjadi pejabat teras, yang sudah teruji, bukan hanya saat memimpin Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), tetapi juga ketika menjabat Inspektur Jenderal — suatu jabatan yang tidak mudah. Bu Sum menunjukkan, bukan hanya gelar pendidikan yang disandangnya, tetapi juga integritas —hal terpenting yang dibutuhkan dalam pengelolaan keuangan negara di sektor pemerintah,” ungkap Mulia P Nasution, kini Ketua Umum Persatuan Purna Bakti Pegawai (P2PB) Kemenkeu (2019-2024), dan Wakil Ketua Umum Persatuan Werdatama Republik Indonesia (2021-2026).

Sonny Loho, Inspektur Jenderal Kemenkeu (2011-2015) memaparkan, kompetensi dan kegigihan Sumiyati untuk menyiapkan peraturan dan kebijakan sesuai kaidah-kaidah manajemen keuangan negara terbaik untuk dapat digunakan di Indonesia sangat nyata. “Kerja jauh melewati hari dan jam kantor merupakan hal yang biasa. Bu Sumiyati berperan aktif dalam tim penyusun beberapa Rancangan Peraturan Pemerintah bidang keuangan negara dan selanjutnya konsisten menerapkan dalam pekerjaannya di Kementerian Keuangan,” kata Sonny, yang juga Dirjen Kekayaan Negara (2015-2017).
Binsar Simanjuntak, Deputi Kepala BPKP (2005-2017) melihat karier Sumiyati diperoleh betul-betul karena kompetensi dan integritasnya yang menjadi satu, sehingga ada trust dari pimpinan Kemenkeu, yang memberinya kepercayaan menjabat posisi penting hingga Inspektur Jenderal.
“Bu Sum membenahi akuntansi di Kemenkeu, bersama teman-teman lain. Dipandu pimpinan yang suportif, Bu Sum membangun sistem, dari manual dan terbelakang, menjadi modern. Kepercayaan yang didapatnya setingkat demi setingkat, mulai dari kepala seksi, kasubdit, kepala biro, dan kemudian melesat menjadi kepala badan (BPPK), dan Irjen. Itu hal luar biasa,” kata Binsar, Ketua Komite Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (2004-2017), dan kini Staf Khusus Menteri PUPR.

Edward UP Nainggolan, yang pernah tergabung dalam kelompok kerja yang merumuskan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) bersama Sumiyati —saat itu tahun 2001 adalah pengajar di Pusdiklat BPKP—, dan pernah bersama-sama di Badan Akuntansi Negara (BAKUN) Kemenkeu, menceritakan mereka banyak berinteraksi dan bersama-sama melakukan sosialisasi pengelolaan keuangan daerah ke berbagai daerah terpencil di Indonesia. Pada masa itu, otonomi daerah baru dimulai, dan pemda belum memahami dengan baik pengelolaan keuangan sesuai praktik berlaku umum (best practices).
“Banyak hal dari Ibu Sum yang saya jadikan contoh dan panutan, di antaranya idealisme dan integritasnya. Juga cara Ibu Sum memperlakukan orang lain. Setinggi apapun jabatannya, Ibu Sum memperlakukan staf atau mantan staf sebagai mitra atau sahabat”
EDWARD NAINGGOLAN, KEPALA KANWIL DITJEN KEKAYAAN NEGARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Edward menilai Sumiyati sangat menonjol di bidang akuntansi, auditing dan manajemen keuangan sehingga cepat beradaptasi terhadap perubahan manajemen keuangan baik di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Karena pengetahuan Sumiyati yang sangat luas dan dalam, julukan yang disematkan kepada Sumiyati adalah “kamus berjalan”. “Di samping itu, Sumiyati adalah pengajar yang terbaik yang pernah saya kenal karena dapat menyampaikan materi yang baru dan sulit dengan cara dan bahasa sederhana sehingga audiens dengan mudah memahami yang disampaikan,” kata Edward, kini Kepala Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Provinsi Kalimantan Barat.
“Banyak hal dari Ibu Sum yang saya jadikan contoh dan panutan, di antaranya idealisme dan integritasnya. Juga cara Ibu Sum memperlakukan orang lain. Setinggi apapun jabatannya, Ibu Sum memperlakukan staf atau mantan staf sebagai mitra atau sahabat,” kata Edward yang mengibaratkan Sumiyati, “sebagai berlian, yang ditempatkan di lumpur pun, tetap berkemilau dan bercahaya”.

Nakhoda Biro Perencanaan dan Keuangan
Pada 2007, Sumiyati ditugasi Mulia P Nasution (saat itu Sekjen Kemenkeu) untuk menjabat Kepala Bagian Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Aklap). Pada masa itu, Bagian Aklap acapkali “tidak dianggap”. Tetapi setelah Sumiyati memimpin unit ini, Aklap menjadi bagian strategis yang mendorong reformasi di bagian keuangan dengan memperkuat audit, akuntabilitas, dan transparansi. Inilah strategi yang disiapkan Sumiyati ketika melaksanakan reformasi di bidang keuangan negara. Bagian Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang sebelumnya merupakan unit kerja yang seakan tak punya harapan dan awaknya kurang bersemangat, kemudian menjadi unit kerja yang “seksi”, yang hidup dan dinamis.
Ini diakui salah satu stafnya, Malul Azam — saat ini mahasiswa Program Doktoral Katholieke Universiteit Leuven (KU Belgia). “Bekal pengetahuannya tentang keuangan negara dan tempaan pengalamannya menjadi pendidik, Ibu Sumiyati menjadikan implementasi berbagai kebijakannya selalu diawali dengan bertutur teori/filosofi yang mendasari itu semua, termasuk perdebatan ketika kebijakan dirumuskan. Dengan demikian, staf Aklap bisa memahami intisari atau spirit dari pembuat kebijakan,” kata Azam,
Selain menjadikan Azam dan kawan-kawannya berpikir kritis, Sumiyati selalu menekankan ilmu sebelum beramal. “Teori keuangan negara yang acap membingungkan menjadi terasa lebih mudah dipahami dan dipraktikkan, seperti ketika membuat jurnal akuntansi,” katanya.

Dua tahun kemudian, pada 2009, Sumiyati menjadi “nakhoda” di Biro Perencanaan dan Keuangan Kemenkeu.
Mei Ling — saat ini Tenaga Pengkaji Perbendaharaan di Ditjen Perbendaharaan — melihat besarnya peran Sumiyati dalam mengawal lahirnya Undang-Undang Keuangan Negara dan meletakkan fundamental akuntansi pemerintahan. “Ini membuat beliau menjadi salah satu pelaku sejarah reformasi keuangan negara. Ibu Sumiyati adalah salah satu tokoh utama di balik layar reformasi akuntansi pemerintahan di Indonesia,” ungkap Mei Ling yang menganggap Sumiyati adalah guru dan mentornya.
“Ibu Sumiyati adalah salah satu tokoh utama di balik layar reformasi akuntansi pemerintahan di Indonesia”
MEI LING, TENAGA PENGKAJI PERBENDAHARAAN, DITJEN PERBENDAHARAAN
Sebagai salah satu ahli akuntansi keuangan sektor publik dan pionir terbentuknya Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), kata Mei Ling, Sumiyati adalah sosok yang mengawal penyusunan dan penerbitan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) perdana. Tidak hanya sampai di situ, Sumiyati juga melanjutkan perjuangannya untuk mengawal penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) untuk pertama kalinya.
Marudut Napitupulu menilai Sumiyati sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan adalah nahkoda yang bercita-cita agar Kementerian Keuangan sebagai Pengguna Anggaran BA015 tidak cukup sekadar memperoleh Opini WTP atas Audit BPK pada Laporan Keuangan Kementerian Keuangan. “Bu Sum menginginkan terciptanya Perencanaan dan Penganggaran yang berkualitas termasuk Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran yang menghasilkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas (value for money) yang semakin baik,” kata Marudut Napitupulu, Kepala Bagian Perbendaharaan, Biro Perencanaan dan Keuangan, Setjen Kemenkeu.
Menurut Napitupulu, kesempurnaan yang sudah diperoleh Kementerian Keuangan di area hilir yaitu akuntansi pelaporan perlu diperkuat juga dengan penyempurnaan di area hulu yakni bagaimana anggaran direncanakan dengan sebaik-baiknya, karena ada ungkapan yang sangat akrab di Biro Perencanaan dan Keuangan — yang juga sering diingatkan Sumiyati yaitu ”gagal merencanakan adalah merencanakan kegagalan”.
“Penganggaran Berbasis Kinerja (Best Practice Guide/BPG) adalah salah satu legacy yang sangat berharga dari kepemimpinan Sumiyati sebagai usaha penyempurnaan perencanaan anggaran di Kementerian Lembaga dengan sangat humanis”
MARUDUT NAPITUPULU, KEPALA BAGIAN PERBENDAHARAAN, BIRO PERENCANAAN DAN KEUANGAN, KEMENTERIAN KEUANGAN
Marudut Napitupulu menambahkan, Penganggaran Berbasis Kinerja (Best Practice Guide/BPG) adalah salah satu legacy yang sangat berharga dari kepemimpinan Sumiyati sebagai usaha penyempurnaan perencanaan anggaran di Kementerian Lembaga dengan sangat humanis. Dalam proses penyusunan panduan ini, M Napitupulu sebagai salah satu kontributor menyaksikan betul determinasi, persistensi dan peran Sumiyati sebagai pemimpin yang menjadi enabler memberikan ruang yang sangat luas bagi pegawai yang lebih muda untuk secara aktif dan produktif memberikan kontribusi.
Anne Serfiana mengagumi Sumiyati yang memprakarsai pengarusutamaan gender (PUG) di Kemenkeu. Sejauh ini, kata Anne, sudah banyak perkembangan PUG di Kemenkeu, mulai dari sistem penganggarannya sampai pada kebijakan-kebijakan yang mendukung para perempuan, di antaranya cuti bagi suami ketika istri melahirkan, tersedianya ruang laktasi di setiap kantor dan fasilitas kantor untuk mendukung kaum disabilitas.
“Pelajaran yang saya dapat adalah Ibu Sum adalah pemimpin yang bukan bossy, tetapi merangkul bawahannya sebagai satu tim yang solid sebagai keluarga. Kami bebas menyampaikan pendapat dan Ibu Sum tetap mau menerima kami, bahkan setelah menjadi pejabat eselon I menjadi Irjen — yang biasanya ditakuti semua orang, Ibu Sum tetap mau menerima staf paling rendah sekalipun”
ANNE SERFIANA, DIREKTUR KEUANGAN UMUM DAN SISTEM INFORMASI BADAN PENGELOLA DANA LINGKUNGAN HIDUP – KEMENTERIAN KEUANGAN
“Pelajaran yang saya dapat adalah Ibu Sum adalah pemimpin yang bukan bossy,tetapi merangkul bawahannya sebagai satu tim yang solid sebagai keluarga. Kami bebas menyampaikan pendapat dan Ibu Sum tetap mau menerima kami, bahkan setelah menjadi pejabat eselon I menjadi Irjen — yang biasanya ditakuti semua orang, Ibu Sum tetap mau menerima staf paling rendah sekalipun,” ungkap Anne, kini Direktur Keuangan Umum dan Sistem Informasi Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kemenkeu.

Gebrakan di BPPK: Dari Corpu sampai Politeknik Keuangan Negara STAN
Meskipun hanya dua tahun memimpin BPPK (2015-2017), Sumiyati melahirkan dua karya yang luar biasa. Pertama, menghadirkan wajah baru BPPK dengan Corporate University (Corpu) Kemenkeu yang baru pertama ada di Indonesia. Sumiyati memberdayakan dan menghidupkan kembali BPPK sehingga menjadi lembaga pendidikan dan latihan disegani di Kementerian Keuangan, dengan mewujudkan Corpu. Kedua, mengubah STAN menjadi Politeknik Keuangan Negara STAN.
“Selain dua legacy yang dibuat Ibu Sumiyati, masih ada satu lagi yang dilakukan yaitu memperbaiki tata kelola BPPK sehingga dipercaya dan berintegritas,” kata Rahmadi Murwanto, Direktur Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN. Pada 2015, Rahmadi saat itu Kabag Ortala berperan sebagai think tank Sumiyati di BPPK. Itu masa paling produktif bagi Rahmadi selama dua tahun bersama Sumiyati.
“Sumiyati melahirkan dua karya yang luar biasa. Pertama, menghadirkan wajah baru BPPK dengan Corporate University (Corpu) Kemenkeu yang baru pertama ada di Indonesia. Sumiyati memberdayakan dan menghidupkan kembali BPPK sehingga menjadi lembaga pendidikan dan latihan disegani di Kementerian Keuangan, dengan mewujudkan Corpu. Kedua, mengubah STAN menjadi Politeknik Keuangan Negara STAN”
RAHMADI MURWANTO, DIREKTUR POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
Rahmadi berpendapat, karakter pejabat seperti Sumiyati jarang ada di Indonesia. “Apalagi bila melihat kemampuan dan kecerdasannya yang luar biasa yang mampu membuat orang lebih mudah paham dengan apa yang disampaikan,” tambahnya.
Digitalisasi di Inspektorat Jenderal
Tahun 2017, Sumiyati ditugasi Menteri Keuangan Sri Mulyani menjabat Inspektur Jenderal Kemenkeu.
Sekretaris Itjen Kemenkeu, Bambang Karuliawasto menilai, ketika memimpin Inspektorat Jenderal, Sumiyati dengan mudah beradaptasi karena pernah menjadi auditor di BPKP pada awal kariernya, selain itu, juga pernah menjadi Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan. “Sebagai Inspektur Jenderal, Ibu Sumiyati sangat detail. Kalau mereviu konsep laporan hasil pengawasan misalnya, Ibu Sum sangat memperhatikan referensi peraturan perundangan serta susunan kata- katanya,” katanya.

Bambang juga mengungkapkan, peran Sumiyati sebagai Ketua Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) pada saat itu memudahkan dan menunjang pekerjaannya sebagai Irjen Kemenkeu, yang mendukung peran Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN).
Adapun Raden Patrick Wahyudwisaksono, Inspektur V Itjen Kemenkeu berpendapat, setelah menjabat Irjen Kemenkeu, Sumiyati menggagas untuk menghimpun 87 pimpinan APIP di Dhanapala, membuat Letter of Commitment, komitmen bersama mengawal Pendapatan Negara Bukan Pajak atau PNBP. “Ini ide Bu Sum. Beliau memikirkan bagaimana menggandeng APIP daerah, pengawas internal daerah, dengan cara menyinergikan APIP pusat dan daerah. Kebijakan ini diinisiasi Bu Sum pada 2018 untuk mengawal setiap rupiah yang dikeluarkan negara,” urai Patrick.

Sumiyati juga aktif (ex-officio) sebagai Ketua AAIPI (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia), menggelar rapat-rapat koordinasi pengawasan dengan 87 koordinator auditor dari kementerian dan lembaga. Menurut Patrick, Sumiyati mendorong jajaran Itjen melakukan inisiasi redesain sistem perencanaan dan penganggaran (RSPP) dalam upaya memperbaiki pengawasan di kementerian dan lembaga.
Sumiyati mempertanyakan cara kerja auditor yang lamban, tidak cepat merespon pimpinan sehingga mencari cara untuk mempercepat cara kerja auditor agar lebih cepat. Salah satunya adalah dengan menerapkan digitalisasi 4.0. Itu berarti cara kerja yang harus berubah, tak bisa lagi bekerja dengan cara biasa-biasa lagi. Jajaran Itjen harus menggali data dan mampu menganalisis data.
Setelah menjabat Irjen, Sumiyati membedah penyebab lamban cara kerja Itjen. “Bu Sum mencari cara agar seluruh pejabat eselon I dapat menyalurkan data, dan meyakinkan berbagai pihak bahwa kebijakan Itjen untuk melayani Menteri Keuangan. Bu Sum melakukan revolusi di Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) Itjen, War Room kami. Sejak itu Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai yang sebelumnya membatasi kewenangan Itjen mulai membuka data mereka,” urai Patrick.
Sumiyati juga mencetuskan gagasan untuk melakukan pengawasan jarak jauh (remote auditing). Ketika itu Sumiyati mendapatkan referensi tentang era baru (new era) di mana kegiatan audit dapat dilakukan jarak jauh, lebih efisien, bukan lagi dengan sampel tetapi populasi. Kalaupun turun ke lapangan, hanya hal-hal yang bersifat anomali.
“Ibu Sum selalu mengatakan kepada saya, apa artinya gelar jika tak bisa membawakan diri? Beliau selalu mengingatkan kepada semua jajaran Itjen untuk selalu menjaga integritas dan tidak korupsi karena hanya integritas-lah yang membuat seseorang punya nilai,” ungkap Patrick.

Lucia Widiharsanti yang mengenal Sumiyati sejak lama, menilai Sumiyati seorang pejabat yang egaliter, yang tidak membeda-bedakan atasan atau bawahan. “Ibu selalu ada bersama kami, dan kami selalu merasa nyaman di dekatnya. Namun Ibu Sum tetap tokoh yang kami segani dan hormati. Ibaratnya, mau nakal, eh ada Ibu. Jadi Ibu seorang yang egaliter tetapi tetap disegani. Karena ada Ibu, kami yakin semua akan baik-baik saja,” kata Lucia, kini Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jawa Barat III yang berkantor di Bogor.
Lucia berpendapat Sumiyati seorang visioner. “Sebelum kebijakan open spacediberlakukan di lingkungan Kemenkeu, Inspektorat Jenderal sudah menerapkannya di lantai 13 dan berlaku untuk seluruh pegawai Itjen. Ketika Menkeu Sri Mulyani pada 2021 memberlakukan kebijakan digital workspace di seluruh lingkungan kerja Kemenkeu, para pegawai Itjen tidak merasa asing lagi,” papar Lucia, yang pernah menjabat Inspektur I Itjen Kemenkeu.
Auditor generasi milenial, Nur Imaroatun Sholihat melihat, sebagai seorang pemimpin maupun seorang perempuan, Sumiyati meninggalkan kesan mendalam dalam pikirannya. Perjuangan masa kecil Sumiyati telah menjadi pengingat bahwa titik permulaan seseorang bisa sesederhana apapun tetapi kerja keras dan kesungguhan bisa mengubah segalanya. “Kesederhanaan yang terpancar di balik deretan pencapaian Bu Sum meyakinkan saya bahwa perempuan bisa menjadi demikian ayu dan cantik dalam kesederhanaan. Saya mengagumi bagaimana beliau memancarkan aura kuat dan lembut, digdaya dan penuh kasih secara bersamaan,” ungkap Imaroatun mewakili generasi milenial Kemenkeu.
Sumiyati Sebagai Istri dan Sebagai Ibu
Sumiyati sebagai perempuan Jawa menyadari betul, istri adalah garwo atau sigaraning nyowo, belahan jiwa yang harus mendampingi dan mendukung suami. Dia harus tetap mengedepankan suami sebagai pemimpin dalam keluarga di rumah. Meskipun dalam pekerjaan sehari-hari di kantor, perempuan menduduki jabatan tinggi, tetapi di rumah, perempuan adalah pendamping suami. Karena itu Sumiyati tetap menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga. Posisi di kantor dan di rumah berbeda. Itu yang diyakininya sejak kecil, dan dia tidak mengabaikan akar budaya Jawa.
Sumiyati berulangkali menyampaikan kepada keluarga dan stafnya di kantornya bahwa perempuan boleh berkarier setinggi apapun, tetapi tidak boleh membelah dirinya, misalnya 60 persen di kantor dan 40 persen di rumah. “Perempuan harus siap berbagi peran, melakukan multitasking, 100 persen di kantor, dan 100 persen di rumah. Ini berarti jika sedang berada di kantor, jangan memikirkan urusan rumah. Sebaliknya setelah di rumah, jangan memikirkan urusan kantor,” kata Sumiyati memberi kiat.
Meski di kantor, Sumiyati sangat sibuk, setelah tiba di rumah, dia tidak lupa menyiapkan makanan bergizi untuk suami dan anak-anaknya. Bagi anak bungsu, Andyta Nalaresi, ibunya adalah role model yang luar biasa, yang mampu menyeimbangkan work life dan family life. “Ibu bekerja keras karena harus rapat hingga larut malam hingga dinihari. Pagi hari, ibu sudah menyiapkan makanan untuk anak-anaknya. Jam tujuh pagi, ibu sudah berangkat lagi ke kantor. Sesibuk apapun, ibu tetap memerhatikan keluarganya. Suatu hari jika saya sudah bekeluarga, saya ingin seperti ibu, menjadi Kartini di era modern,” kata Dyta, dokter lulusan Universitas Diponegoro Semarang yang sedang memperdalam public health, khususnya economic evaluation, dalam pendidikan S-2 di Melbourne, Australia.
Suami Sumiyati, Hartono —teman satu desa di Sragen— bercerita, mereka tidak punya asisten rumah tangga di rumah. Sum sudah terbiasa mencuci sendiri pakaiannya dan keluarganya. “Sum mencuci, saya yang menyeterika. Kami kan anak kampung yang pernah mengalami kehidupan yang sangat sulit. Jadi untuk pekerjaan semacam ini, kami tidak pernah mempersoalkannya. Demikian juga, soal makanan, kami tidak pernah mempermasalahkannya,” papar Hartono yang menambahkan, jika ada sisa makanan, harus diberikan kepada hewan peliharaan, ayam atau ikan.
“Ibu tak pernah lupa bahwa beliau dapat menikmati pendidikan menengahnya (SMEP dan SMEA di Sragen) sampai pendidikan tinggi (STAN di Jakarta dan S2 di Australia) karena dibiayai negara. Karena itu tidaklah heran ketika mengabdi di Kementerian Keuangan, ibu bekerja total sepenuh hati, dan juga tidak memanfaatkan jabatannya sebagai pejabat eselon I. “Nak, kita berutang pada negara, kata ibu kepada kami anak-anaknya berulang kali,” kata Budiaji Hartono, anak sulung, sarjana Teknik Elektro ITB 2002.
Di rumah, Sumiyati menyediakan perpustakaan di rumah sehingga empat anaknya, yaitu Budiaji Hartono, Dwipa Harimurti, Triana Mustika Rukmi, dan Andyta Nalaresi, sampai sekarang lebih senang membaca buku. “Hiburan kami adalah membaca buku di perpustakaan di rumah. Ibu menyediakan perpustakaan dengan berbagai aneka koleksi. Kami dibiasakan membeli buku di Gramedia secara rutin. Inilah yang membuat pengetahuan kolektif kami relatif banyak. Saya jarang nonton TV karena sudah terbiasa membaca buku. Bagi saya, menonton menghabiskan waktu, sedangkan membaca membuat saya bisa lebih berimajinasi,” kata Dwipa Harimurti, anak kedua, lulusan ITB.
Triana Mustika Rukmi mengungkapkan, dia dan tiga saudaranya tidak pernah tahu secara rinci pekerjaan ibunya di kantor. “Yang saya ingat adalah ketika saya masih SD, ibu bekerja ramai-ramai di satu ruangan. Setelah saya di bangku SMP, ibu mempunyai ruang kerja tersendiri dengan sekretaris. Sampai akhirnya saya menyadari jabatan ibu di Kemenkeu sudah tinggi. Ketika ibu masuk ke ruangan, semua orang berdiri. Selama ini ibu tidak menceritakan tentang pekerjaan di kantor. Ibu bahkan masih suka mengurus sendiri administrasi kependudukan ke kantor kelurahan. Kami anak-anaknya tidak merasakan perbedaan dalam kehidupan kami karena gaya hidup ibu tetap sama sejak dulu sampai menduduki jabatan eselon I,” kata Tika, juga sarjana ITB. ***
UCAPAN TERIMA KASIH
Sebagai penulis buku ini, izinkan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani Indrawati yang telah menginisiasi penyusunan buku biografi profesional para pejabat Kementerian Keuangan yang sudah memasuki masa purnabakti, termasuk biografi Ibu Sumiyati. Tujuan penulisan buku ini adalah agar pengalaman Ibu Sumiyati selama 39 tahun 4 bulan tidak hilang begitu saja, tetapi tetap bermanfaat bagi generasi muda Kemenkeu.
Terima kasih kepada Ibu Sumiyati, yang menyediakan waktu untuk diwawancarai —bahkan termasuk akhir pekan — dan selalu bersedia “diganggu” dengan berbagai pertanyaan untuk kepentingan konten buku ini.
Terima kasih kepada Pak Mulia P Nasution (Sekjen Kemenkeu 2006-2011), Pak Sonny Loho (Irjen Kemenkeu (2011-2015), Pak Binsar Simanjuntak (Deputi Kepala BPKP 2005-2017, sekarang Staf Khusus Menteri PUPR) yang menulis Prolog dalam buku ini.
Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada semua narasumber buku ini yang telah menyampaikan testimoni dan berbagi cerita tentang Ibu Sumiyati, yaitu Pak Sistomo (sahabat masa remaja dan masa muda Ibu Sumiyati di Sragen), Pak Bambang Karuliawasto (Sekretaris Itjen Kemenkeu), Pak Raden Patrick Wahyudwisaksono (Inspektur V Itjen Kemenkeu), Ibu Lucia Widiharsanti (Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jawa Barat III), Pak Edward UP Nainggolan (Kepala Kanwil Ditjen Kekayaan Negara Provinsi Kalimantan Barat), Ibu Anne Serfiana (Direktur Keuangan Umum dan Sistem Informasi Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kemenkeu), Pak Rahmadi Murwanto (Direktur Politeknik Keuangan Negara/PKN STAN), Pak Marudut Napitupulu (Kepala Bagian Perbendaharaan, Biro Perencanaan dan Keuangan – Setjen Kemenkeu), Mei Ling (Tenaga Pengkaji Ditjen Perbendaharaan), Malul Azam (kandidat Doktor di Universitas Katolik Leuven/KU, Belgia), dan Nur Imroatun Sholihat, auditor generasi milenial.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Hartono (suami Ibu Sumiyati) dan empat putra-putri, yaitu Budiaji Hartono, Dwipa Harimurti, Triana Mustika Rukmi, dan Andyta Nalaresi yang telah memberi gambaran utuh tentang sosok Ibu Sumiyati sebagai istri dan ibu.

Kepada Pak Andin Hadiyanto (Kepala BPPK) dan Pak Iqbal Islami (Sekretaris BPPK) yang menjadi host penyusunan buku ini, saya sampaikan terima kasih. Juga kepada Mas Sugeng Satoto (Kepala Bagian Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPK), Mas Ari Sandi Robert, Mbak Titis Rahayu, Mbak Pradina Anis (yang bertugas di Subbagian Komunikasi Publik BPPK), Mas Ludovicus Agwin (Humas Itjen Kemenkeu) dan stafnya Tri Yuliani.
Sebagai penutup, saya ingin mengutip pepatah Latin, Verba volant, scripta manent (yang terucap akan hilang, yang tertulis tetap abadi). Berbagai legacy Ibu Sumiyati ini akan tetap menjadi bagian sejarah Kementerian Keuangan setelah terekam dalam buku ini—yang dapat diakses dan dibaca oleh generasi sekarang dan mendatang. Sebab jika hanya diceritakan dari mulut ke mulut, cerita ini dalam beberapa tahun akan lenyap tanpa bekas.
Semoga buku biografi profesional “Sumiyati, Srikandi Perubahan, Inspirasi Bagi Perempuan” bermanfaat bagi pembaca.
Robert Adhi Ksp
Serpong, 21 Agustus 2022
CATATAN: Jabatan para narasumber adalah jabatan ketika buku ini disusun pada tahun 2022

ROBERT ADHI KSP
The book “Sumiyati: Figure of Change, Inspiration for Women” highlights her groundbreaking role as the first woman Inspector General at the Ministry of Finance, emphasizing her leadership qualities, legacy of establishing the Corporate University (Corpu), and transforming STAN’s status, inspiring readers with her impactful contributions and leadership qualities.
This book narrates Sumiyati’s resilient journey from Gading Village, Tanon District, Sragen Regency, overcoming significant challenges to secure a state-funded education at STAN in Jakarta, complemented by testimonials that reflect her inspiring life story and unwavering determination to succeed against all odds.
Sumiyati devoted most of her life to the state because she felt she owed it a large debt. Her secondary education at SMEP and SMEA, and her higher education at STAN Jakarta and a Master’s degree in Australia, were funded by the state. “If I didn’t get an educational scholarship from the state, I would just be Sumiyati, a farmer working on rice fields in the village,” she said. Her parents’ advice to “improve your standard of living, you have to go to high school and work hard” reflects her resilience and unwavering determination to succeed against all odds.
Sistomo (61), Sumiyati’s best friend during her teenage and youth, admitted that Sumiyati had worked hard since SMEA. “At SMEA, while I was still sleeping, Sum had already left on her bicycle. I had not yet arrived at school, but Sum had. Therefore, I was not surprised by her high stamina, which enabled her to work until two in the morning. Her co-workers were surprised – even though she had worked until two in the morning, Sum appeared at the office again, fresh. I was not surprised, because since she was little, Sum has been used to working hard and focused,” said Sistomo, now Chair of the Supervisors of the Indonesian Tax Consultants Association.
Sumiyati’s complete journey reflects that of a tenacious woman with extraordinary integrity and professionalism. “Mrs Sum, who comes from a small town and was given minimal education by her parents, has determination and big dreams, carving out her career step by step. Every step reflects her character, serving as an example especially for young people, the millennial generation, and women in the Ministry of Finance. Mrs Sum’s endless tenacity has enhanced her capacity and reputation, making her authoritative and admired, and an invaluable asset for the Ministry of Finance,” said Minister of Finance Sri Mulyani Indrawati, highlighting her leadership and the respect she has earned.
According to Sri Mulyani, “Mrs. Sum has built state finances and strengthened the Ministry of Finance’s internal control system. I sincerely thank and respect her for achieving an extraordinary career journey, and everything ended beautifully. Mrs. Sumiyati is an example and role model for all Ministry of Finance personnel, including myself.”
Mulia P. Nasution, Secretary General of the Ministry of Finance (2006-2011), has known Sumiyati for more than 20 years. “Over a long period of time, I have seen Mrs. Sum as an example of human resources at the Ministry of Finance, a financial manager in the government sector, who truly has integrity, competence, and is all-out in carrying out the tasks given. Mrs. Sum deserves to be an example and role model for Ministry of Finance personnel and civil servants wherever they are,” said the Director General of Treasury at the Ministry of Finance (2004-2006).
In her career journey from echelon IV to echelon III, Sumiyati faced rank obstacles. ‘After that, Mrs. Sum’s career went uphill, and finally, Mrs. Sum became a top official. She faced tests not only when she led the Head of the Financial Education and Training Agency (BPPK), but also when she served as Inspector General – a position that was not easy. “Mrs. Sum shows that it is not only her educational degree that she holds, but also integrity – the most important thing needed in managing state finances in the government sector,” said Mulia P Nasution, currently General Chair of the Ministry of Finance’s Retired Employees Association (P2PB) (2019-2024), and Deputy General Chair of the Republic of Indonesia Werdatama Association (2021-2026).
Sonny Loho, Inspector General of the Ministry of Finance (2011-2015), explained that Sumiyati’s competence and persistence in preparing regulations and policies in line with the best principles of state financial management for use in Indonesia are very real. “Working long past office hours is a normal thing. Mrs. Sumiyati played an active role in the drafting team of several Draft Government Regulations in the field of state finance and then consistently implemented them in her work at the Ministry of Finance,” said Sonny, who is also Director General of State Assets (2015-2017).
Binsar Simanjuntak, Deputy Head of BPKP (2005-2017), saw that Sumiyati truly achieved her career because of her competence and integrity, which were the same, so that she earned the trust of the leadership of the Ministry of Finance, who gave her the confidence to hold essential positions up to the Inspector General.
Mrs. Sum improved accounting at the Ministry of Finance, together with other friends. Guided by supportive leadership, Ms Sum built a system, from manual and backward, to modern. The trust she gained level by level, starting as a section head, then a sub-directorate, and finally a bureau head, and then rose to become the head of the agency (BPPK) and the Inspector General. That’s an extraordinary thing,” said Binsar, Chair of the Working Committee of the Government Accounting Standards Committee (2004-2017), and now Special Staff to the Minister of PUPR.
Edward UP Nainggolan, who was part of the working group that formulated the Regional Financial Accounting System (SAKD) together with Sumiyati – at that time in 2001 she was a teacher at the BPKP Education and Training Center -, and who had been together at the State Accounting Agency (BAKUN) of the Ministry of Finance, said that they interacted a lot and together carried out socialization on regional financial management to various remote areas in Indonesia. At that time, regional autonomy had just begun, and local governments did not yet fully understand financial management in accordance with generally accepted practices (best practices).
Edward assessed that Sumiyati was highly prominent in accounting, auditing, and financial management, so she quickly adapted to changes in these areas across both the Central Government and the Regional Government. Because Sumiyati’s knowledge is extensive and profound, the nickname given to Sumiyati is “walking dictionary”. “Apart from that, Sumiyati is the best teacher I have ever known because she can convey new and difficult material in a simple way and language so that the audience can easily understand what she conveys,” said Edward, currently Head of the Regional Office of the Directorate General of State Assets, West Kalimantan Province.
“There are many things about Mrs. Sum that I use as an example and role model, including her idealism and integrity. Also, the way Mrs. Sum treats other people. No matter how high her position is, Mrs. Sum treats staff or former staff as partners or friends,” said Edward, who likened Sumiyati, “as a diamond, even if placed in mud, it still sparkles and shines.”
Captain of the Planning and Finance Bureau, Sumiyati, exemplifies dedicated leadership and strategic vision, inspiring excellence in the public sector.
In 2007, Mulia P. Nasution (then Secretary General of the Ministry of Finance) appointed Sumiyati as Head of the Accounting and Financial Reporting Section (Aklap). At that time, the Aklap Section was often “not considered”. But after Sumiyati led this unit, Aklap became a strategic part of efforts to push for reform in the financial sector by strengthening audit, accountability, and transparency. It is the strategy Sumiyati prepared for implementing reforms in the state finance sector. The Accounting and Financial Reporting Department, which was previously a work unit that seemed hopeless and whose crew lacked enthusiasm, has now become a “sexy” unit, lively and dynamic.
One of the staff, Malul Azam, is currently a doctoral student at the Katholieke Universiteit Leuven (KU Leuven, Belgium) said, “Armed with her knowledge of state finances and her experience as an educator, Mrs. Sumiyati ensures that the implementation of her various policies always begins by explaining the theory/philosophy that underlies it all, including debates when formulated policies. In this way, Aklap staff can understand the essence or spirit of policymakers,” said Azam.
Apart from making Azam and his friends think critically, Sumiyati always emphasizes knowledge before doing charity. “State finance theory, which is often confusing, feels easier to understand and put into practice, such as when making accounting journals,” he said.
Two years later, in 2009, Sumiyati became a “master” at the Planning and Finance Bureau of the Ministry of Finance.
Mei Ling credits Sumiyati with pivotal roles in establishing the State Finance Law and foundational government accounting, underscoring her influence in Indonesia’s financial reform history.
As one of the public sector financial accounting experts and a pioneer in the formation of the Government Accounting Standards Committee (KSAP), Mei Ling said Sumiyati oversaw the preparation and publication of the first Government Accounting Standards (SAP). Not only that, Sumiyati also continued her struggle to prepare the Central Government Financial Report (LKPP) for the first time.
Marudut Napitupulu believes that Sumiyati, as the Head of the Planning and Finance Bureau, is the captain who aspires to ensure that the Ministry of Finance, as the BA015 Budget User, does not simply obtain a WTP Opinion on the BPK Audit of the Ministry of Finance’s Financial Report. “Mrs. Sum wants the creation of quality planning and budgeting, including monitoring and evaluation of budget implementation, which results in better efficiency, effectiveness, and accountability (value for money),” said Marudut Napitupulu, Head of the Treasury Department, Planning and Finance Bureau, Secretariat General of the Ministry of Finance.
According to Napitupulu, the perfection that the Ministry of Finance has achieved in the downstream area, namely reporting accounting, needs to be strengthened by improvements in the upstream region, namely how the budget is planned as well as possible, because there is a very familiar expression in the Planning and Finance Bureau – which Sumiyati also often reminds of, namely “failing to plan is planning to fail”.
Sumiyati’s leadership in developing the Performance-Based Budgeting (BPG) guide reflects her commitment to improving budget planning and empowering younger employees.
Anne Serfiana admires Sumiyati, who initiated gender mainstreaming (PUG) in the Ministry of Finance. So far, said Anne, there have been many developments in PUG at the Ministry of Finance, starting from the budgeting system to policies that support women, including leave for husbands when their wives give birth, the availability of lactation rooms in every office, and office facilities to help people with disabilities.
“The lesson I learned is that Mrs. Sum is a leader who is not bossy, but embraces her subordinates as a solid team, as a family. We are free to express our opinions and Mrs. Sum is still willing to accept us, even after becoming an echelon I official to become Inspector General – which everyone usually fears, Mrs. Sum is still willing to accept even the lowest staff,” said Anne, now the Director of General Finance and Information Systems at the Ministry of Finance’s Environmental Fund Management Agency.
Breakthrough at BPPK: From Corpu to STAN State Financial Polytechnic
Even though she only led BPPK for two years (2015-2017), Sumiyati produced two extraordinary works. First, presenting a new face to BPPK through the Ministry of Finance’s Corporate University (Corpu), the first in Indonesia. Sumiyati empowered and revitalized BPPK, making it a respected education and training institution within the Ministry of Finance by realizing Corpu, and second, changing STAN to STAN State Financial Polytechnic.
“Apart from the two legacies created by Mrs. Sumiyati, she still did one more thing, namely improving BPPK governance so that it is trusted and has integrity,” said Rahmadi Murwanto, Director of the STAN State Finance Polytechnic (PKN). In 2015, Rahmadi, then Head of the Ortala Division, served as Sumiyati’s think tank at BPPK. That was the most productive period for Rahmadi during his two years with Sumiyati.
Rahmadi believes officials like Sumiyati are rare in Indonesia. “Especially when you see her extraordinary abilities and intelligence, which can make it easier for people to understand what she conveys,” he added.
Digitalization at the Inspectorate General
In 2017, Sumiyati was appointed by the Minister of Finance, Sri Mulyani, as Inspector General of the Ministry of Finance.
Secretary of the Inspector General of the Ministry of Finance, Bambang Karuliawasto, assessed that when leading the Inspectorate General, Sumiyati adapted easily because she had been an auditor at BPKP at the start of her career; in addition, she had also been Head of the Planning and Finance Bureau. “As Inspector General, Mrs. Sumiyati is very detailed. When reviewing the concept of a supervisory report, for example, Mrs. Sum really pays attention to references to statutory regulations and the wording,” he said.
Bambang also revealed that Sumiyati’s role as Chair of the Association of Indonesian Government Internal Auditors (AAIPI) at that time facilitated and supported her work as Inspector General of the Ministry of Finance, which supported the role of the Minister of Finance as State General Treasurer (BUN).
Meanwhile, Raden Patrick Wahyudwisaksono, Inspector V at the Inspectorate General of the Ministry of Finance, thinks that after serving as Inspector General of the Ministry of Finance, Sumiyati took the idea of gathering 87 APIP leaders in Dhanapala, making a Letter of Commitment, a joint commitment to safeguard Non-Tax State Revenue or PNBP. “This was Mrs. Sum’s idea. She thought about how to collaborate with regional APIP and regional internal supervisors by synergizing the central and regional APIP. Mrs Sum initiated this policy in 2018 to monitor every rupiah spent by the state,” explained Patrick.
Sumiyati is also active (ex officio) as Chair of AAIPI (Association of Indonesian Government Internal Auditors), holding supervisory coordination meetings with 87 auditor coordinators from ministries and institutions. According to Patrick, Sumiyati encouraged the IG staff to initiate a redesign of the planning and budgeting system (RSPP) to improve supervision in ministries and institutions.
Sumiyati questioned the auditor’s slow pace and slow responsiveness to leadership, so she looked for ways to speed up the auditor’s work. One of them is by implementing digitalization 4.0. That means the way we work must change; we can no longer work as we usually do. Inspector General staff must dig into data and analyze it.
“After becoming Inspector General, Sumiyati dissected the causes of the Inspector General’s slow pace of work. Mrs. Sum is looking for a way for all echelon I officials to distribute data and to convince various parties that the IG’s policy is to serve the Minister of Finance. Mrs. Sum is carrying out a revolution at the IG’s Operations Control Center (Pusdalops), our War Room. Since then, the Directorate General of Taxes and the Directorate General of Customs and Excise, which previously limited the IG’s authority, have started to open up their data,” explained Patrick.
Sumiyati also proposed conducting remote auditing. At that time, Sumiyati received a reference to a new era in which audit activities could be carried out remotely and more efficiently, no longer with samples but with populations. Even if it goes to the field, only things are anomalous.
“Mrs. Sum always said to me, What’s the meaning of a title if you can’t carry yourself? She always reminded all levels of IG to maintain integrity and not be corrupt because only integrity makes a person have value,” said Patrick.
Lucia Widiharsanti, who has known Sumiyati for a long time, considers Sumiyati to be an egalitarian official who does not discriminate between superiors or subordinates. “Mother is always with us, and we always feel comfortable around her. However, Mrs. Sum is still a figure we respect. It’s like, if you want to be naughty, there is Mother. So Mother is an egalitarian, but still respected. Because you are there, we are sure that everything will be fine,” said Lucia, currently Head of the Regional Office of the Directorate General of Taxes for West Java III, whose office is in Bogor.
Lucia thinks Sumiyati is a visionary. “Before the Ministry of Finance implemented the open space policy, the Inspectorate General had implemented it on the 13th floor and applied it to all IG employees. When Minister of Finance Sri Mulyani in 2021 implemented a digital workspace policy throughout the Ministry of Finance’s work environment, IG employees no longer felt strange,” explained Lucia, who once served as Inspector I at the Inspectorate General of the Ministry of Finance.
Millennial-generation auditor Nur Imaroatun Shojalan saw that, as a leader and a woman, Sumiyati left a deep impression on her. Sumiyati’s childhood struggles have been a reminder that a person’s starting point can be as simple as anything, but hard work and determination can change everything. “The simplicity that radiates behind Mrs. Sum’s series of achievements convinces me that women can be so beautiful and beautiful in simplicity. I admire how she exudes an aura of strength and gentleness, power and love at the same time,” said Imaroatun, representing the Ministry of Finance’s millennial generation.
Sumiyati as a wife and as a mother
Sumiyati, as a Javanese woman, is well aware that a wife is a garwo or sigaraning nyowo, a soul mate who must accompany and support her husband. She must continue to prioritize her husband as the family’s leader at home. Even though women occupy high positions in daily office work, at home they are their husbands’ companions. Because of this, Sumiyati continues to play the role of a housewife. Office and home positions are different. That’s what she has believed since she was a child, and she does not ignore her Javanese cultural roots.
Sumiyati has repeatedly told her family and staff in her office that women can have careers at any level. Still, they cannot divide themselves, for example, 60 percent at the office and 40 percent at home. “Women must be ready to share roles, do multitasking, 100 percent at the office and 100 percent at home. It means that when you are at the office, don’t think about home affairs. On the other hand, once you are at home, don’t think about office matters,” said Sumiyati, giving tips.
Even though Sumiyati is very busy at the office, she doesn’t forget to prepare nutritious food for her husband and children when she arrives home. For the youngest child, Andyta Nalaresi, her mother is an extraordinary role model who balances work and family life. “Mother works hard because she has meetings until late at night, until early in the morning. In the morning, the mother has prepared food for her children. At seven in the morning, mother has gone back to the office. No matter how busy she is, mother still pays attention to her family. One day, when I have a family, I want to be like my mother, to be a Kartini in the modern era,” said Dyta, a doctor who graduated from Diponegoro University, Semarang, who is studying public health, especially economic evaluation, in her master’s degree in Melbourne, Australia.
Sumiyati’s husband, Hartono — a village friend in Sragen — said they don’t have a household assistant. Sum is washing her own and her family’s clothes. “When I wash, I do the ironing. We are village children who have experienced a tough life. So for this kind of work, we never question it. Likewise, regarding food, we never question it,” explained Hartono, adding that if there is leftover food, they give it to pets, chickens, or fish.
“Mother never forgot that she was able to enjoy her secondary education (SMEP and SMEA in Sragen) to higher education (STAN in Jakarta and Master’s Degree in Australia) because the state funded it. Therefore, it is not surprising that, when she served at the Ministry of Finance, her mother worked wholeheartedly and did not take advantage of her position as an echelon I official. Son, we owe it to the state, mother told us, her children repeatedly, said Budiaji Hartono, the eldest child, a 2002 graduate of ITB’s Electrical Engineering program.
At home, Sumiyati provides a library so that her four children, namely Budiaji Hartono, Dwipa Harimurti, Triana Mustika Rukmi, and Andyta Nalaresi, still prefer to read books. “Our entertainment is reading books in the library at home. Mother provides a library with various collections. We regularly buy books at Gramedia, which makes our collective knowledge relatively large. I rarely watch TV because I am used to reading books. For me, watching passes the time, while reading allows me to be more imaginative,” said Dwipa Harimurti, the second child, an ITB graduate.
Triana Mustika Rukmi revealed that she and her three siblings never knew the details of their mother’s work at the office. “What I remember is that when I was in elementary school, my mother worked together in one room. After I was in junior high school, my mother had a separate workroom with a secretary. Until finally I realized that my mother’s position at the Ministry of Finance was already high. When my mother entered the room, everyone stood up. All this time, my mother did not tell me about work in the office. My mother even liked to handle the population administration herself at the sub-district office. We, her children, did not feel any difference in our lives because my mother’s lifestyle remained the same from the beginning until she occupied an echelon I position,” said Tika, also an ITB graduate. ***
ACKNOWLEDGMENTS
As the author of this book, allow me to express my thanks to the Minister of Finance, Mrs. Sri Mulyani Indrawati, who has initiated the preparation of a book of professional biographies of Ministry of Finance officials who have entered retirement, including the biography of Mrs. Sumiyati. The aim of writing this book is to ensure that Mrs. Sumiyati’s 39 years and 4 months of experience do not just disappear but remain useful to the younger generation of the Ministry of Finance.
Thank you to Mrs. Sumiyati, who took the time to be interviewed – even on weekends – and was always willing to be “bothered” with questions for the benefit of the content of this book.
Thank you to Mr. Mulia P Nasution (Secretary General of the Ministry of Finance 2006-2011), Mr. Sonny Loho (Inspector General of the Ministry of Finance 2011-2015), and Mr. Binsar Simanjuntak (Deputy Head of BPKP 2005-2017, now Special Staff to the Minister of PUPR) who wrote the Prologue in this book.
The author also expresses his thanks to all the sources in this book who have provided testimonials and shared stories about Mrs. Sumiyati, namely Mr. Sistomo (a friend from Mrs. Sumiyati’s teenage and youth years in Sragen), Mr. Bambang Karuliawasto (Secretary of the Inspectorate General of the Ministry of Finance), Mr. Raden Patrick Wahyudwisaksono (Inspector V of the Inspectorate General of the Ministry of Finance), Mrs. Lucia Widiharsanti (Head of Regional Office of the Directorate General of Taxes for West Java III), Mr. Edward UP Nainggolan (Head of the Regional Office of the Directorate General of State Assets, West Kalimantan Province), Mrs. Anne Serfiana (Director of General Finance and Information Systems for the Environmental Fund Management Agency, Ministry of Finance), Mr. Rahmadi Murwanto (Director of the State Finance Polytechnic/PKN STAN), Mr. Marudut Napitupulu (Head of the Treasury Department, Planning and Finance Bureau – Secretariat General of the Ministry of Finance), Mei Ling (Researcher at the Directorate General of the Treasury), Malul Azam (Doctoral candidate at the Catholic University of Leuven/KU, Belgium), and Nur Imroatun Shobayar, a millennial generation auditor.
The author does not forget to thank Mr. Hartono (Mrs. Sumiyati’s husband) and his four sons and daughters, namely Budiaji Hartono, Dwipa Harimurti, Triana Mustika Rukmi, and Andyta Nalaresi, who have provided a complete picture of Mrs. Sumiyati as a wife and mother.
To Mr. Andin Hadiyanto (Head of BPPK) and Mr. Iqbal Islami (Secretary of BPPK), who hosted the preparation of this book, I would like to express my thanks, also to Mas Sugeng Satoto (Head of the BPPK Information and Communication Technology Section), Mas Ari Sandi Robert, Mbak Titis Rahayu, Mbak Pradina Anis (who works in the BPPK Public Communications Subdivision), Mas Ludovicus Agwin (Public Relations Inspector General of the Ministry of Finance) and his staff, Tri Yuliani.
In closing, I would like to quote the Latin proverb, Verba volant, scripta manent (spoken will be lost, written will be eternal). Mrs. Sumiyati’s various legacies will remain part of the Ministry of Finance’s history, recorded in this book, which can be accessed and read by current and future generations. Because if it is only told by word of mouth, this story will disappear without a trace in a few years.
Hopefully, the professional biography book “Sumiyati: Figure of Change, Inspiration for Women” is helpful for readers.
Robert Adhi Ksp
Serpong, 21 August 2022