ROBERT ADHI KSP

Jauh sebelum konsep green building didengungkan, Hendro Gondokusumo sudah mempunyai visi membangun gedung perkantoran berkonsep hemat energi. Pada 1983, Hendro membangun gedung Wisma Dharmala Sakti (yang kini berubah nama menjadi Intiland Tower) sebagai gedung hemat energi dan mencoba menerapkan kaidah-kaidah green building.
Pada saat itu Hendro mengajak arsitek Amerika Serikat, Paul Rudolph berkunjung ke Indonesia dan berkesempatan mengunjungi beberapa kota seperti Bali, Yogyakarta, dan Bandung. “Mengapa kita harus memindahkan gedung di New York dan Tokyo ke Jakarta? Bukankah Jakarta punya ciri khas cuaca sendiri?” tanya Rudolph. Salah satu kesamaan cirinya adalah penggunaan atap-atap miring di semua jenis rumah di berbagai wilayah di Indonesia. Itu merupakan sebuah bukti kearifan lokal sebagai bentuk solusi terhadap curah hujan yang tinggi.
Hendro bertanya apakah dia mampu merancang gedung yang dibayangkannya, Rudolph menjawab bisa. Maka jadilah Intiland Tower sebagai green building pertama yang berdiri megah di Jakarta. Gedung perkantoran itu tidak menggunakan kaca rayban agar tetap mendapatkan terang dari sinar matahari sehingga beban penggunaan listrik lebih hemat rata-rata 25 persen dibandingkan dengan gedung lain dengan ukuran serupa. Gedung ini juga menggunakan teritis atau kanopi (over hang) di fasad gedung yang memberikan manfaat mengurangi pemanasan di dalam gedung.
Hendro melihat, saat ini green property atau properti hijau sudah merupakan kebutuhan dan menjadi tren global. Green property berkembang cepat seiring dengan munculnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian alam dan global warming. Fenomena ini juga terjadi di industri properti dan menjadi sebuah kesadaran bersama. “Intiland memang sejak dulu sudah berkomitmen pada properti hijau,” katanya.
Jika sekarang digaungkan perlunya green building, Hendro melihat hal itu sudah merupakan keharusan bagi pengembang untuk melaksanakannya, dan bukan lagi pilihan. Apalagi penyewa-penyewa dari perusahaan internasional lebih peduli dan lebih memilih green building dibandingkan lainnya. “Green building tak bisa ditawar lagi. Bangunan green building yang dirancang dengan arsitektur yang indah, akan bertahan lebih dari 100 tahun” katanya.
Hendro melihat di Indonesia, pengembang mulai menyadari tren tersebut. “Kalau dulu kita merasa bumi ini warisan nenek moyang kita, sekarang para pengembang menyadari bahwa kita sebenarnya berutang kepada generasi penerus. Apalagi kita melihat fenomena terjadinya bencana- bencana alam yang memakan korban begitu besar, semakin menyadarkan kita pentingnya kontribusi mewujudkan properti hijau. Komitmen lainnya kami wujudkan dengan bersama-sama pelaku usaha lain bersinergi dan turut mendirikan Green Building Council Indonesia sebagai salah satu corporate founder,” katanya.

Lebih Setengah Abad
Hendro Santoso Gondokusumo (72 tahun), founder dan Presiden Direktur, perusahaan pengembang properti PT Intiland Development Tbk, telah berkecimpung dalam bisnis properti sejak 50 tahun silam. Hendro mulai menekuni bisnis properti sejak tahun 1972. Ayah dan pamannya adalah pengusaha di bidang perdagangan hasil bumi, Hendro diminta membantu urusan dagang hasil bumi di gudang dan mengantarkan hasil bumi ke sejumlah kota menggunakan gerbong kereta api.
Pada 1972, ketika ayah dan pamannya mulai mengembangkan sayap bisnisnya dari hasil bumi ke bisnis properti, Hendro memulainya dari nol dan tak punya pengetahuan dan pengalaman dalam bidang properti. Hendro “dilepas” untuk membantu menggarap proyek pertama, yaitu perumahan Cilandak Garden Housing di Jakarta Selatan untuk karyawan Pertamina.
Dua tahun kemudian, 1974, Hendro membantu proyek kedua, Taman Harapan Indah di kawasan Angke, Jakarta Barat. Intiland merupakan perusahaan properti pertama yang membangun perumahan di kawasan Kota. Setelah membangun dua proyek ini, keluarga Gondokusumo mengembangkan bisnis properti ke berbagai lokasi di Jakarta, termasuk Taman Permata Indah, Taman Mutiara, Taman Mutiara Prima, dan berekspansi ke Surabaya melalui pengembangan kawasan perumahan Darmo Permai sebagai bagian dari pengembangan Kawasan Kota Satelit Surabaya barat.
Hendro mengaku sebenarnya tidak memiliki passion menekuni usaha dagang hasil bumi. “Saya lebih berminat mengembangkan pembangunan perumahan. Proyek yang dibangun 50 tahun yang lalu, masih bisa dilihat meski sebagian ada yang diubah. Dalam dunia properti, saya benar-benar bisa mengembangkan diri,” ungkap Hendro yang mengaku beruntung karena mendapatkan kesempatan untuk berkembang seluas-luasnya.
Pada usianya di atas 70 tahun, Hendro masih senang berkumpul dengan anak-anak muda yang “kaya” ide. “Saya tidak pernah menghalangi ide anak-anak muda, termasuk anak saya. Saya tidak bilang ‘tidak’ kepada mereka. Saya punya keyakinan, jika saya tidak bisa, belum tentu orang lain —anak-anak muda— tidak bisa,” ujarnya.
Menurut Hendro, Intiland tidak harus menjadi yang terbesar. “Saya lebih senang Intiland hadir sebagai developer terbaik, terbaik dari sisi kualitas, produk, manajemen, dan layanan. Kue pasar properti nasional itu besar sekali, dengan memiliki pangsa pasar 10 persen saja rasanya sudah sangat besar. Bagi kami, hal terpenting adalah memberikan masyarakat produk dan layanan properti terbaik,” ujarnya.
Dalam mengarungi kehidupannya selama lebih dari tujuh dekade, Hendro S. Gondokusumo selalu punya pegangan. Salah satunya adalah kata-kata Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet, “Jagalah pikiranmu karena akan jadi perkataanmu. Jagalah perkataanmu karena akan menjadi perbuatanmu. Jagalah perbuatanmu karena akan menjadi kebiasaanmu. Jagalah kebiasaanmu karena akan membentuk karaktermu. Jagalah karaktermu karena akan membentuk nasibmu.”

DIKUTIP DARI BUKU “MEMBANGUN INDONESIA MELALUI INDUSTRI PROPERTI” (ROBERT ADHI KSP, PUSTAKA KSP KREATIF, 2023). INGIN MEMBACA LEBIH LENGKAP? KLIK TAUTAN INI UNTUK MEMBELI E-BOOK DENGAN POTONGAN HARGA